KPH Sarankan PTUN Tolak Gugatan Aliansi Salamatkan Hutan Jawa, ini Alasannya
Koalisi Pemulihan Hutan (KPH) Jawa menyerahkan amicus curiae atau sahabat pengadilan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait gugatan pengelolaan hutan Jawa, Selasa (11/10).
Koordinator KPH Jawa Edi Suprapto mengatakan amicus curiae itu diajukan untuk memberikan masukan kepada Majelis Hakim PTUN Jakarta agar menolak gugatan Aliansi Selamatkan Hutan Jawa dan serikat pekerja Perhutani.
Sebagai informasi, Aliansi Selamatkan Hutan Jawa telah melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta soal Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 287 tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Pulau Jawa. SK itu mengatur pengambilalihan kelola hutan 1,1 juta ha dari Perhutani.
"Hari ini 11 Oktober 2022, KPH Jawa menyerahkan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan kepada PTUN Jakarta," kata Edi dalam keterangan tertulisnya.
Edi menyebut KPH Jawa sebagai koalisi masyarakat sipil yang beranggotakan 88 Kelompok Tani Hutan pemegang izin Perhutanan Sosial dan organisasi masyarakat sipil sepakat mengambil langkah itu.
Pihaknya menilai KHDPK tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. SK tersebut sesuai dengan semangat Hak Menguasai Negara atas hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945.
"Sehingga, Menteri LHK sebagai representasi dari negara menjalankan kewenangannya. Selain itu, SK ini juga selaras dan tidak bertentangan dengan PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan," ujar Edi.
Lebih lanjut, menurutnya KHDPK justru akan memulihkan kerusakan hutan di Jawa. Sebab, salah satu peruntukan hutan yang termasuk KHDPK yakni untuk perhutanan sosial.
Dia menyebut setidaknya setengah juta hektar hutan yang gundul di Jawa, saat ini telah pulih dengan 60 hingga 70 persen. Hal itu, kata dia, terjadi karena lahan hutan tersebut dikelola oleh masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial.
Sebagai contoh, kawasan hutan seluas 845 ha di desa Besole yang oleh Perhutani dibiarkan gundul selama bertahun-tahun, kini sebagian telah ditanami tanaman kayu berbagai jenis seperti sengon, jati, cengkeh, alpukat dan tanaman pertanian seperti pisang, singkong dan lain sebagainya.
"Sehingga saat ini, 70 persen telah berpenutupan hutan," ucapnya.
"Dengan demikian, Perhutanan Sosial sebagai salah satu kepentingan KHDPK terbukti mampu memulihkan hutan di Jawa yang selama ini dibiarkan gundul oleh Perhutani," imbuhnya.
Selain itu, dia berpendapat KHDPK meningkatkan produktivitas lahan. Sebab menurutnya selama ini Perhutani tidak optimal dalam menjalankan usahanya.
"Produktifitas lahan sangat rendah. Satu hektar lahan tiap tahun hanya menghasilkan pendapatan 1 juta rupiah dengan keuntungan antara sekitar seratus ribu rupiah saja," tuturnya.
"Selain memulihkan kondisi hutan Jawa, KHDPK juga dapat menghentikan relasi menindas antara Perhutani dan masyarakat desa hutan yang selama ini mengalami kekerasan, teror, dan perbudakan," lanjutnya.
Kemudian, KHDPK juga dianggap menyelesaikan konflik tenurial hutan Jawa. Dia berkata di Jawa, saat ini terdapat 5.000 lokasi seluas 107.334 hektar areal hutan yang dipergunakan masyarakat sejak zaman kolonial Belanda, dimana 35 persen untuk pertanian dan 65 persen berwujud pemukiman penduduk.
Selama ini, ia menyebut para pemukim tidak memiliki kejelasan status kepemilikan atas tanahnya. Sehingga, mereka mengalami kerentanan serta sering mendapatkan ancaman dan label sebagai 'penghuni liar'.
"Dengan KHDPK yang salah satunya memiliki kepentingan untuk penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan," ujarnya.
Respons Aliansi Hutan Jawa
Diketahui, Aliansi Selamatkan Hutan Jawa sebelumnya menggugat Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 287 tentang KHDPK di Pulau Jawa ke PTUN Jakarta. Gugatan tersebut sudah teregister di Kepaniteraan PTUN Jakarta tanggal 10 Agustus 2022.
Dalam gugatannya, Aliansi meminta pengadilan agar memerintahkan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar membatalkan SK tersebut. Dalam SK itu, KLHK mengambil alih kelola 1,1 juta hutan di Jawa dari Perum Perhutani.
"Pengelolaan hutan Jawa yang sudah baik, kami harap tetap dipertahankan agar tetap sustainable. Karena itu, kami mengambil keputusan untuk memperjuangkan hutan Jawa dengan mengajukan gugatan di PTUN guna membatalkan SK 287/KHDPK," kata Mochamad Ikhsan, perwakilan pihak penggugat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/8).
Sementara itu, Kuasa Hukum Aliansi Selamatkan Hutan Jawa Muhamad Raziv Barokah menghormati penyampaian amicus curiae tersebut. Namun, menurut dia, argumen dari PKH banyak kelirunya.
Misalnya, kata dia, argumen mengenai SK.287/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) tidak bertentangan dengan PP 23/2021.
"Itu dengan mudah dapat dibantah karena merupakan pertentangan yang kasat mata," kata Raziv kepada CNNIndonesia.com.
Dia menjelaskan Pasal 112 Ayat (2) PP 23/2021 menyatakan Penetapan Kawasan Hutan dengan pengelolaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada areal yang tidak dilimpahkan pengelolaannya kepada badan usaha milik negara bidang Kehutanan pada sebagian Hutan Negara yang berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten.
Kemudian, wilayah Perhutani diatur dalam SK 73/2021 meliputi seluruh hutan produksi dan lindung di 4 provinsi di Pulau Jawa. Namun, kata dia, tiba-tiba LHK melalui SK 287/2022 menetapkan KHDPK di dalam wilayah Perhutani.
"50 persen wilayah Perhutani dipangkas untuk KHDPK. Ini jelas-jelas pelanggaran yang frontal," ucap dia.
sumber: cnn
Comments
Post a Comment